Monday, March 9, 2009

Perjalanan setelah nikah 1


Batulaung nama jorong tempat dinas istriku, tepatnya SDN 20 batulaung. Di sini kra –kira ada 22 Kepala keluarga, sdan siswa yang dididik di sekolah tersebut kurang lebih ada 32 orang. Batulaung berada dibantaran sungai sangir batang hai, kabupaten solokselatan.

Setelah menikah sampai sekarang aku berada di tempat ini untuk menemani istriku, pertama tiba disini aku dihinggapi rasa ingin tahu bagaimana keadaan daerah ini, yang sebelumnya hanya aku dapatkan dari cerita istriku. Dia pernah cerita di sana daerah tak bertuan, tidak ada sinyal Hp, listrik dengan bantuan tenaga diesel dan dihidupakan hanya sore sampai dengan tengah malam. Waktu itu aku yang terbayang betapa terpencil sekali tempat ini, dan tak tega rasanya istriku harus tinggal tanpa ditemani orang yang mencintainya.

Dua minggu setelah pernikahan kami pergi menuju tempat ini. Dari kota Padang tempat tinggal keluarga istriku, kami naik bus ¾ dengan 5 jam perjalanan, berhenti di kabupaten Dharmasraya turun di pasar Pulau Punjung, dan dari pasar kami naik mobil bak tertutup atasnya dan memakan waktu kira kira 30 menit menuju tempat naik perahu (tempek) atau dermaga kecil yang bernama batukawi yang berdampingan sebuah bendungan yang desember 2008 baru diresmikan oleh Bapak Presiden Indonesia (menurut keterangan warga).

Di dermaga itu kami numpang perahu kecil yang disebut tempek milik salah satu warga batulaung. Mulai berangkat pukul 16.00 WIB dan memakan waktu 2 jam setengah paling cepat, pertama naik perahu kulihat wajah istriku penuh tanda tanya apakah aku berani dan kuat menempuh perjalanan itu.Tetapi waktu itu pertama aku naik perahu yang terasa biasa – biasa saja, dan cuaca cukup cerah, 30 menit kemudian tiba di daerah sungai yang cukup bergelombang seperti ombak ombak cukup deras terasa, saat itu ada sedikit rasa khawatir, karena perahu yang kita tumpangi tidak terlalu besar dengan muatan cukup banyak dan air sungai ternyata cukup deras, walaupun perahu ini dibantu dengan mesin, tapi karena baru pertama kali ada sedikit rasa cemas, dan terbayang istriku kemarin sebelum menjadi istriku dia naik perahu ini tanpa ditemani oleh kekasihnya yang seharusnya menemani selalu, tapi waktu itu aku menghibur diri dan memberi keyakinan kepada istriku bahwa aku baik – baik saja dengan tertawa dan mencoba merekam perjalanan dengan Hp, tapi sayang filenya saat ini sudah rusak, waktu itu karena sudah sore banyak binatang di pinggir sungai yang muncul, diantaranya babi, monyet, Burung langka, kerbau, semuanya itu aku lihat jelas berada di pinggir sungai dan di atas pohon yang berada di pinggir sungai tersebut.

Setelah satu jam perjalanan rasa jenuh dan pegal mulai terasa, kaki kesemutan pantat terasa penat, karena kami hanya bisa merubah posisi duduk sedikt karena keadaan yang tidak memungkinkan, dan ada kebiasaan unik katanya sudah menjadi kebiasaan penumpang perahu untuk makan di perahu, maka akupun makan dengan bekal nasi yang kami beli di dermaga tadi, cukup nikmat juga makan di atas perahu dan semeliwir angin menambah rasa nyaman makan kami, selesai makan kami cuci tangan di air sungai di pinggir perahu dengan mengeluarkan tangan keluar perahu yang sedang melaju.

Di perjlanan kanan kiri adalah hutan cukup lebat pemandangnnya cukup takjub, sungainya cukup lebar airnya deras dan ternyata ini adalah indonesia juga, heheh. Karena keadaan seperti ini seperti aku pernah lihat di film – flm seperti Anaconda, cukup takjub tapi cukup menyeramkan juga.

Karaena perahu yang kami tumpangi adalah perahu kampung / jorong tetangga walaupun beliau aslinya orang batulaung, tapi dia pulang ke kampung sebelah karena istrinya orang muaro (kampung tersebut), maka kami mampir dulu ke kampung tersebut, di sini tempat tinggal kepala sekolah Bak Kubu tempat istriku mengajar sementara sebelum sekolah SDN 20 batulaung selesai dibangun, dan kami disuruh mampir dulu ke rumah beliau, rumahnya bagus sekali kami disuguhi minum karena perahu yang kami tumpangi muatannya banyak, setelah waktu magrib kami baru bisa diantar, nah saat itu ada sedikit mencekam , karena gelap dan hujan sedikit tapi anginnya cukup kencang, memang katanya sudah dekat tapi jujur itu terasa lama.

Akhirnya kami tiba kira – kira 15 menit perjalanan dari pinggir sungai kami agak mendaki beban yang kubawa cukup berat, tas gunungku dan dua kardus di tangan. Tempatnya agak remang – remang dan terdengar berisik suara diesel, dipandu oleh orang situ yang satu tumpangan di perahu tadi, dan aku diantar ke rumah tempat tinggal milik Pak Jamal, yang ternyata beliau termasuk orang yang dituakan di kampung ini.

Di rumah beliaulah istriku selama ini tinggal orangnya cukup ramah, dan di sini ternyata rumah keluarga besar, dan banyak tetangga yang sering kumpul di rumah ini, waganya ternyata ramah ramah walaupun bahasa yang mereka gunakan bahasa minang agak lain .

Walaupun lingkup daerahnya cukup kecil tetapi tempatnya cukup nyaman, kegiatan warganya adalah mencari emas di sungai, ada yang berkebun karet, pinang, tetapi pengahasilan pokoknya adalah emas.

Bahan pokok yang paling dibutuhkan adalah bahan bakar minyak bensin dan solar, karewna listrik mewnggunakan mewsin dsiweswel sdan pewrhau mwenggunakan mesin boat untuk mendapatkan minyak dan kebutuhan sehari hari harus ke kecamatan Dharmasraya yaitu 4 jam pulang pergi dan menghabiskan biaya transfor 500 ribu kurang lwebih jasdi mwerweka biasanya mewmbweli sewminggu sekali sdan untuk sekali belanja tentu untuk seminggu kebutuhan juga jadi bisa dihitung berapa belanja untuk satu minggu, katanya itu rata rata diatas dua juta.
Mau dsikatakan kekurangan tetapi mereka barang barangnya cukup ada di rumahnya, setiap rumah ada parabola, punya diesel dan hampir punya perahu semua. Jadsi warga sini termasuk mewah, karena sandang, pangan, papan masing – masing rumah cukup ada

Tetapi kendala mereka adalah alat transfortasi dan tempat belanja yang cukup jauh, jika tidak musim hujan mereka penghasilannya cukup tetapi jika musim hujan mereka agak susah, karena mencari emas di musim hujan air keruh dan air tambah banyak.
Pertama aku tinggal disitu cukup betah, tetapi tatkala ingat bahwa kita tak bisa hubungi orang lain selain warga sini, baru terpikirkan betapa terpencilnya tempat ini, melebihi zaman dulu kala, mungkin zaman dulu sebelum ada Hp, masih bisa pakai surat, perahau saja satu minggu sekali ke tempat yang ada keramaian bagaimana ada surat, walaupun sekarang sudah zaman canggih ternyata masih ada tempat seperti ini.

Pengalaman yang paling berkesan di sini adalah jika pagi hari mendengar suara teriakan monyet hutan dan kicau burung, ramai sekali terasa kita tinggal di hutan, yang paling menyedihkan jika hujan angin, karena kami tinggal di lantai 2 disebuah kamar yang jendelanya hanya ditutup dengan sehelai kain selendang panjang yang di ikatkan di dua ujung atas dengan paku, terpaksa harus teras angin hujan sedikit masuk ke kamar, tapi taka apa, tempatnya cukup nyaman kok dan keluarga disini baik sekali.

Jika hari sabtu terasa kangen pada dunia luar dan keluarga, karena biasanya hanya hari minggu asda pewrahau yang kwe pasar, swesampai sdi sdwermaga kucoba buka Hp belum ada sinyal juga, tetapi sewaktu dimobil bak dan dapat sinyal aku langsung telepon kakak – kakakku, kalimat pertama yang aku dengar dari mereka “Nah akhirnya bisa juga telp”, ternyata mereka juga menunggu aku telp mereka karena sebelumnya aku sudah jelaskan aku hanya bisa telp hari minggu.
Seminggu tak bisa telp terasa lima tahun keluar penjara (tapi aku belum pernah masuk lohh) mereka banyak bertanya bagaimana keadaan di sana, orangnya, tempatnya, dan menanyakan kesehatanku, betapa khawatirnya mereka, karena mungkin mereka mengkhawatirkan keadaan kami, khususnya aku yang biasanya hidup berkecukupan dan tinggal di daerah yang penuh keramaian dengan teknologi canggih, Tapi aku jalani semua ini demi cinta

Sampai sekarang aku belum mendapatkan pencerahan yang pasti apa yang harus aku perbuat untuk kemajuan keluargaku.Ideu sih banyak tapi masih banyak pertimbangan.

No comments: